#beropini : Tangga Vs Lift


Saya mulai akrab dengan lift ketika saya menimba ilmu di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya. Sebelumnya, saya sangat jarang menggunakan lift. Hanya seperti jika sedang di hotel, atau di mall saat eskalator begitu penuh dan terburu-buru.

Fakultas Ilmu Administrasi atau yang biasa disebut FIA ini ketika saya semester satu, gedung utamanya yakni gedung A memiliki empat lantai dan gedung B memiliki enam lantai. Mengingat lantai lima adalah kantor jurusan publik, sedangkan saya mahasiswi jurusan bisnis, sangat jarang saya pergi ke lantai lima  kecuali ketika ingin solat di muhola lantai lima . Sedangkan tidak ada keperluan di lantai enam  membuat saya tidak pernah menginjakkan kaki di sana. Perkuliahan sering di laksanakan di lantai dua, dan tiga, terkadang di lantai empat . Lantai empat  lebih sering didatangi jika ingin menuju aula, atau ke ruang dosen. Untuk menuju ke lantai dua sudah pasti menggunakan tangga. Untuk menuju ke lantai tiga beberapa kali menggunakan lift, namun saya lebih suka menggunakan tangga karena tidak perlu menunggu. Saya memilih menggunakan lift untuk ke lantai empat, itupun apabila tidak mengantri dan saya tidak terburu-buru.

Namun tahun ini (2017), di semester ke enam, gedung baru yaitu gedung E sudah mulai dipergunakan sebagai gedung utama perkuliahan mahasiswa FIA. Gedung ini terdiri dari 13 lantai dan dapat di akses dengan satu tangga utama, dan dua jenis lift. Lift pertama diperunakan untuk mahasiswa serta umum, sedangkan lift satunya adalah khusus bagi dosen dan karyawan.

Sekarang bayangkan, mahasiswa baru 2016 saja jumlahnya 1.200an (sumber : twitter @fiaub). Beserta angkatan 2015 dan 2014 yang masih rutin melaksanakan perkuliahan setiap hari, bila dirata-rata sekitar 3000an mahasiswa, belum lagi mahasiswa lama 2013 maupun 2012 yang masih mengambil mata kuliah. Hampir 4000 mahasiswa yang setiap harinya melakukan aktivitas perkuliahan di FIA yang berpusat di gedung E, yang terdiri dari 13 lantai dan menggunakan 2 lift dengan kapasitas 12 orang setiap lift-nya. Bisa terbayang bagaimana para mahasiswa ini riweuh mengantri menggunakan lift ketika rush-hour.

Yang membuat hati saya kesal adalah pernah ketika itu saya menggunakan lift untuk menuju ke ruang kelas di lantai 6, dan di lantai 3 lift berhenti lalu 2 orang mahasiswa keluar. Omaigaddd! Lebih parah lagi di lantai 3 ada seorang mahasiswi masuk dan di lantai 4 berhenti untuk keluar. Saya hanya dapat berdecak di dalam hati.

Miris.

Entah berapa watt yang dihabiskan untuk sebuah lift naik-turun setiap harinya. Saya pernah mendengar salah satu karyawan FIA bagian umum mengatakan bahwa untuk menuju ke atas menggunakan lift jika diuangkan seharga Rp 18.000,- sekali jalan, namun saya sendiri yang tidak memiliki dasar fisika dan teknik hitungan seperti itu saya tidak paham bagaimana perhitungan serta kebenarannya. Yang jelas kalau dilogika memang lift sangat boros meskipun dengan keuntungan lebih cepat dan tidak membuat tubuh kita merasa lelah.

Namun dengan nikmat fisik yang lengkap dan sehat alangkah lebih baik jika kita bersyukur, menjaga, dan memanfaatkannya dengan baik. Salah satunya dengan tidak malas untuk lebih memilih menggunakan tangga dari pada lift. Banyak keuntungan yang dapat kita dapatkan dengan menggunakan tangga kok! Kita bisa sekaligus berolah raga (otot, jantung, mencegah stroke dll) dan membakar kalori, tidak perlu antri, kita menghemat energi dan biaya, hemat, memperbaiki gaya hidup ke arah yang lebih sehat, meingkatkan stamina serta energi, bisa melewati dan melihat lebih banyak tempat, dan mungkin masih banyak lagi.

Mari mulai untuk menggunakan tangga! ;)
Deszlaria Putri Nindiatma

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tokopedia Internship Experience

Bonus Demografi dan Pemaksimalan bidang Pariwisata Indonesia