Bonus Demografi dan Pemaksimalan bidang Pariwisata Indonesia
Bonus Demografi
Indonesia akan dihadiahi
bonus demografi pada tahun 2020 sampai dengan 2030 berdasarkan data analisa
dari Badan Pusat Statistik (BPS), di mana jumlah
tenaga kerja produktif tinggi. Bonus demografi adalah bonus ketika negara
Indonesia memiliki jumlah penduduk usia Produktif dengan jumlah yang melimpah,
yaitu sekitar 2/3 dari jumlah penduduk keseluruhan. Dalam
berbagai seminar dan diskusi, istilah bonus demografi selalu dikaitkan dengan
angka ketergantungan (Dependency Ratio) sebagai parameternya. Semakin rendah
angka ketergantungan maka semakin baik pula komposisi penduduk. Angka
ketergantungan adalah perbandingan antara jumlah penduduk usia produktif (15-64
tahun) dengan non produktif (di luar usia 15-64 tahun) dikalikan 100. Angka
ketergantungan menggambarkan berapa banyak orang usia non produktif yang
hidupnya harus ditanggung oleh kelompok usia produktif. Data Badan Pusat Statistik (BPS) indonesia tahun 2010
menunjukkan Dependency ratio Indonesia sebesar 50,5. Sementara
pada tahun 2015 dependency
ratio memiliki angka lebih
kecil yaitu 48,6. Angka dependency ratio ini akan semakin kecil lagi pada tahun
2020 hingga 2030, dan akan menciptakan puncak bonus demografi untuk Indonesia.
Perkiraan dependency ratio menurut
data dari Badan Pusat Statistika (BPS) yaitu 47,7 pada 2020, 47,2 pada 2025 dan
46,9 pada 2030.
Namun adanya
bonus demorafi ini tidak hanya dapat meningkatkan window of opportunity atau peluang
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat jika usia produktif tersebut
berkualitas dan terserap lapangan kerja sehingga punya
tabungan yang dapat digunakan untuk investasi pembangunan ekonomi jangka
panjang, namun bisa saja menjadi window
of threat atau boomerang bagi
Indonesia sendiri. Dan perlu ditekankan bahwa
window of opportunity hanya akan datang sekali dan tidak akan terulang pada
setiap Negara. Indonesia harus bisa menghadapi tantangan-tantangan window of
opportunity melalui bermacam usaha dan teramat disayangkan apabila kesempatan
emas ini tidak diacuhkan oleh Indonesia.
Wacana pemerintah sendiri terkait isu kependudukan tercantum dalam RPJPN
2005-2025 yang pelaksanaannya yaitu :
1. RPJM pertama ( 2005-2009 ) diarahkan untuk menata kembali
dan membangun Indonesia disegala bidang yang ditujukan untuk menciptakan
Indonesia yangaman dan damai,adil dan demokratis serta tingkat kesejahteraan
rakyatnyameningkat.
2. RPJM kedua (2010-2014) ditujukan untuk lebih memantapkan
penataan kembali Indonesia disegala bidang dengan menekankan pada upaya peningkatan
kualitasSDM termasuk pengembangan iptek serta penguasaan daya
saing perekonomian.
3. RPJM ketiga (2015-2019) ditujukan untuk lebih memantapkan
pembangunansecara menyeluruh diberbagai bidang dengan menekankan pencapainan
daya saing kompetitif perekonomian.” Berlandaskan keunggulan SDA dan
SDM berkualitas serta kemampuan yang terus meningkat.
4. RPJM keempat (2020-2025) ditujukan untuk mewujudkan
masyarakat Indonesia yang mandiri,maju,adil dan makmur melalui percepatan
pembangunan diberbagai bidang.”hal ini dilakukan dengan menenkankan
terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh belandaskan keunggulan kompetitif
diberbagai wilayah didukung SDM berkualitas dan berdaya saing”.
Dalam pembangunan
daya saing bangsa, RPJPN 2005 – 2025 menetapkan arahnya sebagai berikut :
·
Pembangunan sumber
daya manusia yang berkualitas.
·
Penguatan
perekonomian domestik dengan orientasi dan berdaya saing global.
·
Penguasaan,
pengembangan, dan pemanfaatan iptek.
·
Pembangunan sarana
dan prasarana yang memadai dan maju.
·
Reformasi hukum dan
birokrasi.
Pariwisata
Indonesia
sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai lebih
dari 81.000 km memiliki 17.508 pulau, serta dihuni 300 lebih suku bangsa
menyimpan potensi sumber daya pariwisata yang sangat besar dan beragam untuk
dapat dikembangkan menjadi destinasi pariwisata yang menarik dan menjadi tujuan
utama wisata dunia. Dengan mempertimbangkan lingkungan strategis global dan
berbagai arah kebijakan pembangunan nasional bidang pariwisata, serta
Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Peraturan
Pemerintah RI Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2025, Sasaran Strategis Kementerian
Pariwisata dalam RPJMN 2015 – 2019, yang merupakan cerminan amanat visi dan
misi Pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla sebagaimana tertuang dalam NAWA
CITA. Presiden Joko Widodo memberikan
perhatian besar terhadap pengembangan pariwisata di Indonesia. Beliau
menegaskan bahwa pariwisata sebagai sektor andalan yang harus didukung oleh
semua sektor lain.
Data
statistik per Januari s.d. Desember 2015 menunjukkan capaian pembangunan
pariwisata Indonesia mampu melampaui target yang telah ditentukan. Hal ini
dibuktikan melalui kunjungan wisatawan mancanegara yang meningkat menjadi 10,2
juta orang, dari target 2015 sebesar 10 juta orang. Adapun kunjungan wisatawan
mancanegara tersebut berkontribusi terhadap penerimaan devisa sebesar Rp 144
triliun
Sektor
pariwisata diperkirakan menjadi peluang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Slogan
“Wonderful Indonesia” yang telah dicanangkan Pemerintah RI sebenarnya bukan
sekadar slogan, karena potensi pariwisata di Tanah Air memang luar biasa banyak
dan beragam. Kedatangan wisatawan
mancanegara mencapai 10,2 juta pada 2015.
Sementara
itu, jumlah perjalanan wisatawan nusantara telah mencapai 255 juta perjalanan,
dengan total pengeluaran wisnus sebesar Rp 224.68 Triliun. Jumlah penyerapan
tenaga kerja diperkirakan mencapai 11,3 juta orang. Tidak hanya itu, branding
Wonderful Indonesia pada tahun 2015 naik 100 peringkat, dari semula tanpa
peringkat menjadi peringkat ke-47, serta diraihnya berbagai penghargaan
internasional untuk beberapa kategori, seperti; UNWTO Award 2015, ASEANTA Award
2015, World Halal Destination 2015.
Pariwisata
memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian Indonesia. Dampak
kepariwisataan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional di tahun 2015
sebesar Rp. 461,36 triliun, 4,23 % dari PDB nasional. Penciptaan PDB di sektor
pariwisata terjadi melalui pengeluaran wisatawan nusantara, anggaran pariwisata
pemerintah, pengeluaran wisatawan mancanegara, dan investasi pada usaha
pariwisata. Selain pencipta nilai tambah bagi perekonomian nasiona;, sektor
pariwisata menyerap banyak tenaga kerja. Tahun 2015, dampak kepariwisataan
terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 12,16 juta orang. Sehingga dengan
demikian sektor Pariwisata merupakan sektor yang efektif dalam menjawab
kebutuhan peningkatan nilai tambah ekonomi dalam menanggulangi kemiskinan (pro
poor) dan penciptaan lapangan kerja (pro-job).
Namun
begitu, masih banyak kendala yang terjadi. Beberapa permasalahan pokok yang
harus dihadapi, dalam hal pengembangan yaitu : (1) kesiapan destinasi
pariwisata yang belum merata dari aspek manajemen atraksi, amenitas maupun
aksesibilitas; (2) kesiapan masyarakat di sekitar destinasi pariwisata yang
belum optimal. Bagi industri pariwisata, antara lain yaitu : (1) sinergi antar
mata rantai usaha pariwisata yang belum optimal; (2) daya saing produk wisata
yang belum optimal; (3) pengembangan tanggung jawab terhadap lingkungan yang
masih belum optimal. Bagi tumbuhnya kepariwisataan nasional, antara lain yaitu:
(1) Kompetisi destinasi pariwisata regional dan pencitraan Pariwisata Indonesia
yang belum optimal; (2) Strategi pemasaran yang belum komprehensif dan terpadu.
Bagi pengembangan kelembagaan kepariwisataan, terdapat beberapa masalah utama
yang dihadapi, antara lain yaitu : (1) masih terbatasnya organisasi yang
membidangi kepariwisataan di daerah; (2) SDM Pariwisata dan Pengembangan
pendidikan Tinggi Pariwisata yang masih terbatas; (3) koordinasi dan
sinkronisasi pembangunan lintas regional dan sektor masih belum berjalan
efektif.
Maka
meskipun sektor pariwisata tahun 2015 sudah banyak menorehkan keberhasilan dan
pencapaian target, sektor pariwisata
memerlukan perhatian khusus dan peningkaan di berbagai macam aspek untuk jangka
panjang demi memaksimalkan window of
opportunity. Namun semua itu dapat dan sangat mungkin dilakukan dengan
kinerja Kementrian Pariwisata, pekerja di sektor pariwisata ditunjang SDM yang
berkualitas dan kepedulian serta dukungan masyarakat untuk memajukan sektor
pariwisata. Apabila semua pihak bersinergi tidak heran apabila sektor
pariwisata sangat berpengaruh pada penyerapan tenaga kerja saat bonus demografi
dan berkontribusi menumbuhkan nilai ekonomi Indonesia.
- Deszlaria Putri Nindiatma-
Sumber :
1.
Laporan
Akuntabilitas Kinerja Kementrian Pariwisata 2015
2.
Badan Pusat
Statistika (Statistik Indonesia 2015)


Komentar
Posting Komentar